Minggu, 23 Maret 2014

-

Salju turun. Menghiasi putihnya hati yang sepi. Membasahi tawa dengan senyuman. Membekukan waktu, tak ingin berjalan pergi. Saat aku sadar, salju itu pun mencair. Menghilang, menjadi setetes bulir air.

Kupu-kupu terbang. Datang menghampiri bunga yang sendiri. Menemaninya dalam menghadapi kelamnya malam. Membuatnya gila akan harapan kosong. Kemudian kupu-kupu itu pergi melupakannya. Aku sadar. Kupu-kupu hanya hinggap, tak pernah tinggal.

Angin berhembus. Meniupkan namanya sekali lagi. Menceritakan kisah itu, melemparku pada kenangan masa lalu. Aku tak dapat menggapainya, namun merasakannya membuat ini terasa sulit.

Malam pun datang. Bintang-bintang menghilang. Aku tak pernah berharap, aku hanya ingin kau mengingatnya. Mengingat bahwa Bulan selalu menggantung. Selalu ada dalam setiap mimpi-mimpi yang dirajut.

Cerita itu mencapai akhir dari kisahnya. Lembaran terakhir telah terlewati. Buku telah di simpan. Ceritanya untuk di kenang atau dilupakan. Dengan satu senyuman kecil menghiasinya.

Sabtu, 22 Maret 2014

...........

Bulan. Terlalu redup untuk menyinari. Kesepian karena kelam malam. Di ninabobokan kesunyian, hidup dalam alunan mimpi. Dingin selalu terpancar darinya. Bintang-bintangnya adalah harapan gila, yang tak mungkin dapat terjangkau oleh jemari lemahnya. Dirinya terlalu lelah tak pernah dianggap ada. Maka Bulan pun menyerah.

Bunga. Mengering di bawah pancaran mentari. Dilupakan dan diacuhkan. Mungkin Kupu-kupu dan Lebah lainnya hanya mampir untuk sementara. Kemudia pergi, melupakan Bunga itu. Kembali sakit. Kembali melihat pergi. Keputusasaan menghampiri.

Burung kecil itu ingin terbang. Berharap dapat mendengar hembusan angin bercerita. Menatap dunia melalui kedua matanya. Merentangkan sayapnya di bawah langit biru. Bertemu kembali dengan pepohonan dalam hutan imajinasinya. Satu pertanyaan. Kapan takdir memperbolehkannya? Burung kecil sudah lelah, terlalu sering terjatuh...